Halaman

Selasa, 09 April 2013

Konflik Warga Desa Penambangan dengan Pondok “AL-ISLAM” Balongbendo Sidoarjo Berhasil Di Redam



BALONGBENDO, Sejak pagi hari aparat keamanan dari Tentara Nasioanal Indonesia dan Kepolisian serta beberapa anggota Senkom, siaga di kantor Kepala Desa (Kades) Penambangan, Kecamatan Balongbendo.
Hal ini karena akan diadakannya perundingan antara warga Desa Penambangan dengan para pengasuh dan pengurus pondok pesantren Al-Islam terkait konflik yang akhir-akhir ini mulai memanas.
Forum Pimpinan Kecamatan (Forpimka) Balongbendo yang hadir sebagai mediator dalam perundingan damai ini, Selasa (9/4/2013).
Ratusan warga berada diluar tempat pertemuan untuk mendengarkan hasil dari perundingan, dari pengurus pondok diwakili oleh 5 orang sedangkan dari warga diwakili pengurus rukun tetangga (RT) Dusun Plumpang dan Dusun Kedungsari serta beberapa tokoh masyarakat.
Saat membuka perundingan itu, Kades Penambangan Helmy Firmansyah menghimbau agar kedua belah pihak untuk berpikir secara jernih dan dewasa serta dengan hati yang dingin agar perundingan itu bisa mendapatkan sebuah solusi yang damai.
Dari perundingan itu dihasilkan beberapa kesepakatan diantaranya, diberlakukannya jam malam bagi santri pondok yang diluar warga Penambangan.
“Sepakat untuk melestarikan seni budaya, pemasangan papan nama pondok, dan mengibarkan bendera merah putih setiap ada hari besar nasional,” katanya.
Karena lokasi pondok yang berada di Desa Penambangan, maka harus mengikuti dan mematuhi segala peraturan yang ada di Desa Penambangan.
Joko Sulistyo salah satu pengasuh pondok AL-Islam mengatakan bahwa santri pondok berasal dari seluruh penjuru Indonesia, sebagian besar adalah wanita.
“Untuk itulah diadakan penjagaan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan dan kami tidak pernah melarang untuk berseni budaya,” ucapnya.
Untuk melakukan pengawasan, pihak pondok melibatkan wali santri secara bergiliran, hal ini dilakukan untuk menjaga keselamatan para santriwati dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Sedangkan masalah berseni budaya, pihak pondok pun juga tidak pernah melakukan pelarangan asalkan tidak ada pesta mirasnya.
Konflik ini dipicu karena beberapa waktu yang lalu saat salah satu warga punya hajat dengan hiburan orkes Dangdut dibubarkan oleh para santri pondok, dengan alasan terjadi pesta miras saat acara baru dimulai.
Hal inilah yang menyebabkan warga Dusun Plumpang, Desa Penambangan merasa tersinggung dengan cara-cara yang dilakukan oleh para santri ini, apalagi disaat ada warga yang mendatangkan seni pertunjukan Kuda Lumping juga akan dibubarkan.
Mahmud (37 tahun) salah satu warga Dusun Plumpang menuturkan bahwa saat ada pertunjukan orkes Dangdut dirumah Wagi RT18, RW 4, para santri pondok datang ke rumah yang punya hajat dan langsung menghancurkan apa yang ada diatas meja dan mencabut sound system maka acarapun bubar.
”Baru saja Orkes dimulai, datang beberapa orang pondok ke tempat tamu sambil berteriak Allahu Akbar sambil memecahkan botol bir yang ada di meja dan mejapun mereka balik,” ungkap Mahmud.
Selain itu pada saat ada pertunjukan seni kuda lumping juga akan dibubarkan, mereka sudah siaga dengan pentungan, namun ada petugas keamanan yang segera membubarkan pertunjukan tersebut.
Kemarahan warga semakin menjadi saat di Dusun Kedungsari yang bersebelahan dengan Dusun.Plumpang ada pagelaran kuda lumping dalam rangka syukuran hasil panen juga akan dibubarkan.
“Pagelaran yang biayanya dihimpun dari swadaya masyarakat ini sudah mengantongi ijin Kepolisian. Suasana saat itu benar benar mencekam, karena warga sudah memblokade pondok, beruntung tidak terjadi pertikaian fisik,” terangnya.
Sementara itu Camat Balongbendo Abdul Muid saat ditemui beritasidoarjo.com usai perundingan mengatakan bahwa hasil dari perundingan yang sudah disepakati ini akan diterbitkan menjadi peraturan desa.
“Beruntung konflik sara seperti ini bisa dideteksi lebih dini dan dilakukan perundingan sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak dinginkan,” tuturnya.
Sumber : (beritasidoarjo.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar